Insya Allah ada jalan…
Jika
kita tidak mampu beramal dari pintu bersedekah karena kurangnya harta,
maka carilah pintu lain yang dapat menambah keutamaan dan amalan kita.
Jika kita tidak mampu banyak berpuasa karena tubuh yang lemah, maka carilah pintu2 yang lain.
Jika kita tidak mampu berbakti kepada orangtua karena mereka sudah tiada, maka cari juga pintu yang lain.
Jika kita mampu berjihad karena faktor kondisi, maka carilah pintu2 yang lain.
Jika
kita tidak mampu menuntut ilmu di pesantren atau ma’had, maka carilah
pintu2 yang lain yang pintu2 itu dapat menjadikan kita memiliki
keutamaan dan kelebihan dibanding mereka yang mampu.
Seperti
halnya Uwais al Qarniy, yang mana beliau tidak mampu untuk bertemu
dengan Rasulullah, tidak mampu duduk di majelisnya Rasulullah dan
menuntut ilmu langsung kepada Rasulullah, namun beliau bisa memiliki
keutamaan dan kelebihan seperti halnya para shahabat Nabi yang selalu
bertemu langsung dengan Rasulullah, duduk di majelisnya Rasulullah, dll,
bahkan Rasulullah menyuruh Umar dan Ali untuk minta di doakan oleh
Uwais. Dari mana Uwais bisa mendapatkan keutamaan seperti itu? Yaitu
dari pintu Birrul Walidain (Berbakti kepada ibunya).
Maka itu, jangan kita pesimis dalam beramal… Insya Allah ada jalan…
Al
Hafizh Ibnu Abdill Barr menyatakan dalam at Tamhid, “Inilah yang
kutulis berdasarkan hafalanku sementara catatan aslinya hilang dariku,
‘Abdullah al Umari, seorang ahli ibadah, pernah menulis surat kepada
Imam malik yang menganjurkan beliau agar menyepi dan beribadah. Maka
Imam Malik membalas suratnya, “Sesungguhnya Allah membagi amal perbuatan
sebagaimana Allah membagi-bagi rezeki. Terkadang seorang dibuka pintu
hatinya untuk banyak shalat, namun tidak dibukakan pintu hatinya untuk
shaum. Yang lainnya dibukakan pintu hatinya untuk banyak bersedekah,
namun tidak dibukakan pintu hatinya untuk banyak shaum. Ada juga orang
yang dibukakan pintu hatinya untuk berjihad. Sementara menyebarkan ilmu
adalah amal kebajikan yang paling utama, dan aku sudah merasa senang
dengan dibukakannya pintu hatiku dalam hal itu. Saya tidak menganggap
kebiasaan ini lebih rendah derajatnya daripada kebiasaanmu. Dan saya
berharap agar masing-masing kita selalu berada dalam kebaikan.”
(Siyar A`lamin Nubala` : VIII/116, oleh Imam Adz Dzahabi).
Dalam Shahih al Bukhari, dari Anas Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَيُعْجِبُنِي الْفَأْلُ الْكَلِمَةُ الْحَسَنَةُ
Tidak
ada penyakit yang menular sendiri, dan tidak ada kesialan. Optimisme
(yaitu) kata-kata yang baik membuatku kagum.[HR al Bukhari (10/181) dan
Muslim (2224)]
Al Hulaimi rahimahullah mengatakan: “Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam suka dengan optimisme, karena pesimis
merupakan cermin persangkaan buruk kepada Allah Azza wa Jalla tanpa
alasan yang jelas. Optimisme diperintahkan dan merupakan wujud
persangkaan yang baik. Seorang mukmin diperintahkan untuk berprasangka
baik kepada Allah dalam setiap kondisi”. [Fathu al Bari (10/226).] ·
Tidak ada komentar:
Posting Komentar