Kalangan Hanafi berpendapat bahwa siapa yang menangis karena sakit atau musibah yang ia derita, maka hal itu membatalkan shalat sebab termasuk ucapan manusia yang tidak boleh ada dalam shalat. Namun kalau menangisnya karena ingat sorga atau neraka, maka tidak membatalkan shalat.
Kalangan Maliki membedakan pada adanya suara atau tidak. Kalau menangis dalam shalat tanpa disertai suara, maka shalatnya tidak batal. Namun kalau nangisnya disertai suara yang disengaja maka shalatnya batal. Sementara kalau disertai suara tanpa disengaja, maka tidak batal.
Kalangan Syafii memiliki pendapat yang hampir sama dengan kalangan Maliki. Menurut mereka kalau tangisan tersebut sampai mengeluarkan dua huruf, maka membatalkan shalat karena sudah termasuk ucapan atau perkataan.
Kalangan Hambali dalam pendapat yang paling kuat menegaskan bahwa meski keluar dua huruf tidak membatalkan shalat karena tetap tidak bisa dikatakan sebagai ucapan atau perkataan. Karena yang dilarang adalah berbicara dalam shalat. Sementara menangis bukan termasuk berbicara. Apalagi hal itu dilakukan bukan karena disengaja dan dibuat-buat.
Menurut kami, pendapat terakhir inilah yang paling kuat. Pasalnya, Rasul saw, para sahabat, serta orang-orang salih, juga pernah menangis di saat shalat. Bahkan menangis di saat shalat merupakan ciri dari orang-orang salih (QS al-Isra: 109). Entah menangisnya di saat membaca Alquran, di saat takut kepada Allah, ingat sorga atau neraka, atau saat berdoa.
Namun tangisan itu hendaknya bisa dikendalikan, tidak dibuat-buat, tidak dilakukan karena riya, serta tidak mengganggu jamaah shalat yang lain.
Wallahu a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar