Pada
suatu malam, setelah selesai Qiyamul Lail berjama’ah, suamiku
mengenggam tanganku. “Mataku tidak bisa tidur, bagaimana jika kita ke
balkon depan menikmat…i bintang2 di angkasa”, ucap suamiku.
Aku
mengangguk pelan, “sebentar, aku buatkan wedang jahe dulu”, ucapku pula.
Ku lirik jam di dinding, sudah pukul 3.56 menit. Dengan ditemani
suamiku, aku turun ke dapur membuat minuman hangat itu. Lalu kami naik
lagi ke lantai dua, menuju balkon yg memang tidak jauh dari kamar utama.
Udara
dingin menelusup ke pori2 tubuh, diam2 kupandangi suamiku yg sedang
santai memegang cangkirnya sambil memandangi bintang2 di angkasa.
Biasanya
saat seperti inilah kami bisa bicara dari hati ke hati, saat anak2
telah nyenyak terlelap. Lumayan ngobrol sambil menunggu waktu subuh
tiba.
“Pa..,” ucapku pelan membuka pembicaraan. “mmh.. ya ma..,”
jawab suamiku. “Masih ingat gak, adegan sepasang kakek dan nenek yg
berpelukan ketika kapal Titanic hampir tenggelam..? itu loh yg di filem
Titanic”, ucapku.
“Ya.. terus..,” suamiku manggut2 berusaha
mengingat. “Aku ingin kita seperti itu.. sudah tua dan sampai meninggal
pun bersama”, ku sampaikan harapanku. Lalu suamiku menoleh dan berujar,
“gak mau ah..”.
Aku kaget setengah mati, bibirku rasanya kelu..
“kok gak mau..? jadi mau nya berdua pas masih muda aja.. gak mau
menghabiskan masa tua denganku..?” rajukku kesal.
“Pokoknya gak
mau.. Udah ah.. ganti topik aja,.. tuh udah azan shubuh, lebih baik kita
wudhu terus ke mesjid,” ucap suamiku sambil meletakkan cangkirnya yg
sudah kosong di meja dan meninggalkan aku yg masih manyun dan terpaku di
balkon.
“ayuuk.. ma,” ajak suamiku lagi. Dengan langkah gontai
karena menahan sedih, kuikuti langkah suamiku berwudhu dan siap2 menuju
mesjid yg tidak begitu jauh dari rumahku.
Setelah selesai sholat
shubuh di mesjid, bibirku masih terkunci namun tetap berusaha tidak
merengut di depan suamiku. Duh.. betapa susahnya bersandiwara.. kala
hati sedang gundah, tapi tidak tega bermuka masam pada suami tercinta,
yg telah bersusah payah menafkahi ku dan anak2.. yg telah memperlakukan
aku selayak permaisuri di hatinya..
Namun mengapa dengan teganya
dia tidak ingin hidup berdua denganku sampai mati.. mengapa..? atau
jangan2… Dia punya niat lain, jika separuh umur kelak, akan mengambil
perempuan lain sebagai maduku..? Setan laknatullah menguasai pikiran
ku..
Telah hari kedua sejak dialog kami di balkon tempo hari.
Sepertinya suamiku bisa merasakan perubahan pada diriku. Aku jadi banyak
diam, padahal aku termasuk cerewet dan bawel.
Setelah sholat
Isya berjama’ah, dan menidurkan anak2, suamiku kembali mengajakku untuk
duduk di balkon lagi. Dengan setengah hati, kupenuhi inginnya.
“Ada
apa, ma..?,”tanya suamiku pelan sambil menatap ke manik mataku dan
menggenggam jemariku. Aku diam saja, namun tak terasa dua bulir airmata
menetes di pipi. “kamu kecewa sama aku..?,” tanyanya lagi. Bibirku masih
terkunci. “pasti gara2 ucapanku kemarin dulu ya..” Suamiku mulai
menebak..
“Begini ma, aku memang tidak ingin hidup berdua
denganmu sampai mati..,” ucapnya pelan namun menghujam hatiku. Dengan
terisak kutepis tangannya, hendak berlari meninggalkannya. Lengannya yg
kuat kembali menarik lembut jemariku. “Dengarkan dulu..” pintanya.
Baiklah, aku berikan kesempatan sekali ini lagi, pikirku.
“Aku
memang tidak mau hidup berdua hanya sampai mati denganmu, namun aku
ingin berdua denganmu sampai di kehidupan setelah kematian. Aku ingin
berkumpul dengan mu di Syurga ALLAH Subhana Hu Wa Ta’Ala. Tak kan
kugantikan dirimu dengan seratus bidadari sekalipun, karena aku telah
memilikimu bidadariku, istri sholehahku, pasangan jiwaku, di dunia dan
di akherat kelak..” suara suamiku pelan menelusup lembut ke rongga
hatiku..
“Tidak sedikit pun, aku ragu menitipkan hartaku padamu
untuk kau jaga, karena engkau amanah membelanjakannya, tidak sedikit pun
aku ragu menitipkan anak2 kita untuk kau jaga dan kau didik karena aku
yakin mereka mengenal Rabb nya dengan baik melalui keluhuran budimu,
tidak sedikitpun pula aku takut meninggalkanmu di kala aku sedang
mencari nafkah, karena aku yakin kau mampu menjaga kehormatanmu dikala
aku jauh dari sisimu..”
Ya Allahu Rabbi, tidak mampu aku menahan
air mata haruku, begitu besar nikmat yg KAU beri… Tiada mungkin rasa
cinta kasih ini sedemikian dalam jika tanpa kuasa dan kehendakMu
menyatukan kami dalam Rahmah Mu, ya Allah.. Ya kariim… Ya Arrahman
Arrahimiin.. Jadikanlah hidup kami ladang amal bagi kami dalam menggapai
kasih sayangMu dan RidhoMu.. masukkanlah kami ke dalam golongan
Hamba2Mu yg KAU kasihi, yg KAU rahmati dan yg KAU cintai…Allohumma
Sholi’ala Sayyidina Muhammad.. ·
Tidak ada komentar:
Posting Komentar